Di tengah pandemi yang masih berlangsung, minat masyarakat terhadap terapi hewan peliharaan, atau yang dikenal sebagai pet therapy, terus meningkat. Dengan tingkat stres dan kecemasan yang meningkat akibat isolasi sosial dan ketidakpastian ekonomi, banyak orang mencari cara baru untuk meredakan tekanan mental mereka.
Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Terapi Hewan (ATH) baru-baru ini, minat terhadap pet therapy telah melonjak sebesar 40% sejak awal pandemi. Banyak yang percaya bahwa interaksi dengan hewan peliharaan dapat membantu mengurangi tingkat stres, meningkatkan suasana hati, dan memperbaiki kesejahteraan secara keseluruhan.
Selain itu, praktisi kesehatan mental juga semakin merekomendasikan pet therapy sebagai salah satu metode non-farmakologis untuk mengelola gejala kecemasan dan depresi. “Terapi hewan peliharaan memiliki dampak positif yang luar biasa pada kesejahteraan emosional seseorang. Interaksi dengan hewan dapat merangsang pelepasan hormon oksitosin, yang dikenal sebagai ‘hormon kebahagiaan’,” ungkap dr. Liana Susanto, seorang psikolog klinis.
Namun, meskipun manfaatnya yang terbukti, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam memperluas akses terapi hewan peliharaan kepada masyarakat. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman tentang regulasi dan standar keamanan yang berlaku dalam praktik ini.
ATH berharap bahwa dengan meningkatnya minat masyarakat, akan ada lebih banyak perhatian yang diberikan terhadap perlindungan dan regulasi bagi hewan peliharaan yang digunakan dalam terapi. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat pet therapy juga dianggap penting dalam memastikan bahwa lebih banyak orang dapat mengakses layanan ini dengan aman dan efektif.